Senin, 05 Oktober 2009

Sungguh Aku Jatuh Cinta Padamu

Oleh:Mohamad Romalis

SEBUAH musim telah membawaku seperti berlari, kadang terbang riuh rendah lalu terbang tinggi lagi melewati berbagai peristiwa. Ada banyak tanya yang tak pernah bisa aku tuntaskan sebab aku tak pernah memiliki jawaban yang diharapkan dari tanya-tanya itu. Meski demikian kecemasan sedikitpun tak pernah hilang. Sekarang tanganku sedang berada dalam genggaman seorang peri, peri yang akan terus membawaku ke sagala keindahan yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya.
“Kemana kita akan pergi wahai peri?.”
“Aku akan membawamu kemusim yang teduh”.
“Apa aku bisa ketempat yang akan kamu tuju itu?.”
“Ya kenapa enggak?, di sana kamu akan dijauhkan dari tangis dan perih.”
“Oh begitu.”
“He eh Ya begitu.”
“Apa di sana aku bisa bertemu dengan penyair atau para penulis ?.”
“Tentu bisa dong, di sana kamu tetap bisa bertemu dengan siapa saja.”
“Eh peri apa di sana ada Chocolate?.”
“Tentu, yang jelas di sana kamu akan dapat banyak Chocolate.”
“Kok aku jadi kayak anak kecil yah.”
“Siapa yang bilang begitu?”
“Ngak ada yang bilang gitu”.
“Berarti itu hanya perasaan kamu saja aku tak pernah bilang begitu.”
“Jangan tinggalan aku ya kalau aku sudah sampai di tempat yang akan kamu tuju”.
“Kamu gak usah takut.”
“Tapi aku takut kalau nanti kamu tinggalin aku sendirian, aku ingin bahagia, masih adakah bahagia untuk hidupku.”
“Tenang.”
“ Bagaimana aku bisa tenang kalau aku dalam rasa takut.”
“T-E-N-A-N-G aja karena aku juga sama kayak kamu.”
“Kok sama dengan aku gimana bisa, berarti kamu juga takut.”
“ Iya aku sangat takut sekali, aku takut kehilangan kamu.”
“Kamu sama kayak aku dan barusan kamu bilang kamu takut kehilangan aku.”
Rambut peri, pakaian yang dikenakan termasuk aku juga seluruhnya tersibak oleh angin dengan sangat kerasnya, kali ini aku berdua peri seperti telah mau sampai di sebuah tempat yang dijanjikan olehnya. Sesaat kemudian angin telah reda, ada matahari tapi tak terasa panas, semuanya berkilau seperti star batu permata atau intan berlian.
Rahasia yang tak pernah aku temukan sebelumnya kini aku nikmati sebuah rasa dalam rasa perasaan dengan sejuta rasa mulai memanjakanku sampai pada akhirnya aku tidak yakin bahwa aku bisa sampai masuk kesebuah negeri tanpa aroma kematian, mungkin julukan itu layak aku namakan karena di sini semuanya tampak selaras dan tak sedikitpun aku menemukan irama dendam.
***

BERBAGAI rasa berganti aku telah jauh meninggalkan sunyi yang selama ini terus mewarnai hidupku, satu persatu aku mulai tahu bahwa apa yang semua ingin berikan padaku mulai menjadi sebuah kenyataan yang sungguh sangat ajaib dan penuh arti. Setiap apa yang ia ucapkan padaku semuanya akan ada yang menyediakannya. Semuanya jadi seperti cerita tentang surga dalam kitab-kitab yang aku yakini di sini tidak ada orang yang tua, di sini tidak ada orang yang merana, di sini tidak ada dendam dan kebencian di sini tidak ada hal yang diharapkan tidak ada.
Aku pun sudah tidak ingat lagi bahwa akhir-akhir ini berita dari koran, radio dan televisi kerap menyajikan berita tentang pembantaian kaum tertentu di daerah perbatasaan Gaza, aku tidak lagi ingat bahwa harga BBM telah naik, aku tidak juga tahu bahwa banjir telah kerap mewarnai sebagian besar negeriku tercinta. Aku juga sudah tidak lagi ingat bahwa sudah lebih dari tiga tahun lamanya perempuan yang ingin aku jadikan tempatku berbagi, telah menghianatiku dengan lebih memilih lelaki lain sebagai tempatnya berteduh, oh sungguh aku sudah tidak lagi tahu segalanya.
Sungguh tempat dimana peri membawaku sangat lain dengan yang lain. Di sini hanya ada cinta dan cinta yang terus aku terima dan terus selalu saja penuh nyanyian bagai pelangi sehabis hujan reda, semua penuh warna-warni penuh dengan kenangan, penuh dengan Chocolate penuh dengan penyair yang hanya menuliskan syair-syair cinta yang terus memuja sang pemilik cinta yang lebih kekal dan abadi.
Peri pernah secara tegas dan fasih mengatakan bahwa siapapun boleh dan bisa ikut dengannya, ikut ke sebuah tempat yang seluruhnya disajikan untuk siapa saja yang datang. Siapa yang datang kata peri adalah hanya orang dengan ketulusan hati dan hanya orang yang hormat dan santun terhadap kedua orang tuanya khususnya ibu. Atas nama cinta aku bawa kamu ke tempat ini, tempat yang awalnya ada hanya untuk ibu.
“Peri, apa aku bisa tau dimana ibu kamu tinggal.?”
“Ibuku sekarang hanya ada dalam kenangan hatiku.”
“Kok bisa. Kamu tidak sedang bercandakan.?”
“Iya, ibuku dekat tapi jauh, kalau aku bilang jauh juga kamu nggak akan percaya meski demikian ia bagiku tetap selalu dekat. Dekat banget.”
“Apa aku bisa ketemu ibu kamu, sungguh aku ingin kenal sama ibumu, lalu kalau perlu aku ingin sekali memintanya untuk mendongengkan sebuah cerita yang aku hanya ingin cerita itu keluar dari mulutnya. Apa aku boleh memintanya ia bercerita hanya untukku.”
“Kenapa harus ibuku yang mendongeng untukku.?”
“Iya, karena ibuku telah pergi entah kemana, tanpa pernah aku tahu alasan yang pasti kenapa ia pergi meninggalkan aku. Sebelum kamu datang dalam hidupku, aku adalah kesunyian yang betul-betul sunyi.”
“Jangan gitu ah, aku nanti ikut sedih kalau kamu sedih, aku nggak ingin kamu sedih.”
“Apa di matamu aku terlihat sedih.?”
“ Iya. Boleh dong aku ngomong jujur.”
“ Hahahahahaha----“
“`Kenapa kamu tertawa.”
“Nggak apa-apa, ternyata kita sama.”
“Maksud kamu.?”
“ Semoga kamu bisa terbiasa dengan kesunyian yang betul-betul sunyi itu.”
“ Kesunyian itu sudah terlalu lama menghujam.”
“ Oh, ibuku tidak mungkin bisa ketemu kamu.”
“ Sedih banget, padahal aku ingin ngobrol banget.”
“ Ibuku sudah pergi untuk selama-lamanya.”
“ Ternyata kita sama, kita adalah orang yang telah bersenyawa dengan sunyi.”
“ Tapi sunyi tak pernah salah meskipun ia kerap menjadi milik kita.”
“ Bener, makanya sampai kapan pun aku tak pernah menyesali seluruh kesedihanku.”
Peri telah semakin yakin mengajakku kebanyak tempat yang sangat penuh rahasia tempat dimana awan-awannya membungkus hatiku yang sudah lupa akan kesedihan dan kesunyian.
***


SEMAKIN tinggi, semakin jauh, semakin tak terjangkau oleh duka aku dibawanya pergi, entah sampai kapan sungguh aku sangat suka dan tak pernah bosan mengikuti kemana langkah dan arah peri tertuju.
“ Kenapa kamu menatap aku sangat dalam peri.”
“ Nggak apa-apa, aku suka melakukan itu padamu.”
“ Aku pun sama, aku mulai suka dengan lingkar matamu, di matamu aku hidup.”
“Aku ingin kamu menjadi milikku seutuhnya.”
“ Apakah itu sama artinya bahwa kamu cinta aku.?”
“ Buatku bisa lebih dari itu.”
“ Maksudnya.?”
“ Ya buat aku mencintaimu adalah mencintai hidup dan kehidupan.”
“ Sumpah aku ingin sampaikan itu ke matamu.”
“ Bagaimana mungkin.?”
“ Jangan sangsi yakinlah bahwa hidup dan matiku hanya untukmu, bolehkan aku membisikkan sesuatu ke telinga kamu.?”
“ Mau membisikkan apa.?”
“ Tidak banyak yang ingin aku bisikkan, aku hanya ingin bilang dengan segenap ketulusanku, bahwa dari lubuk hatiku yang paling dalam sungguh aku jatuh cinta padamu.”
“ Apa.?”
“ Aku jatuh cinta padamu sejak aku mulai menatap matamu, matamu telah melumpuhkan jiwaku.”
Aku semakin tak bisa berpikir banyak dengan omongan yang baru keluar dari mulut peri, aku hanyut dalam deru angin yang terus membaluri sekujur tubuhku.Sekarang aku semakin tidak tahu entah ia akan membawaku kemana.

Jakarta, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar